Strategi Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) |
Strategi
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil
yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan
saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Salah satu strategi yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah strategi pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan melalui riset
ilmiah diberbagai negara di dunia, sehingga sitematikanya dapat
diterapkan disemua tingkat pendidikan dan di semua mata pelajaran
termasuk Ilmu Pengetuan Alam (Biologi). Strategi pembelajaran kooperatif
telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di antaranya adalah
Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams
Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya. Tipe pembelajaran tersebut
memiliki penekanan yang berbeda tetapi semuanya masih dalam konsep
regular dari pembelajaran kooperatif. Misalnya, Think-Pair-Share
memiliki penekanan terhadap pengembangan kemampuan siswa menguji ide dan
pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Sedangkan Teams
Games-Tournament menekankan pada tanggung jawab individu dalam
berkonstribusi terhadap kesuksesan kelompok dalam suasana kompetitif.
Hakikat Pembelajaran Kooperatif
Menurut Kagan (1994) pembelajaran kooperatif adalah
strategi pengajaran yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan
siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai
aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu
subjek. Setiap anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar
apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga
menciptakan suasana prestasi bersama-sama. Students work through the assignment until all group members successfully understand and complete it. Siswa bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan menyelesaikannya.
Pembelajaan kooperatif
dikembangkan berdasarkan teori perkembangan kognitif Vygotsky. Dalam
teorinya, Vygotsky percaya bahwa anak aktif dalam menyusun pengetahuan
mereka. Menurut Santrock (2008), ada tiga klaim dalam inti pandangan
Vigotsky, yaitu (1) keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila
dianalisa dan diinterpretasikan secara developmental; (2) kemampuan
kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk diskursus, yang
berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan mentransformasikan
aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial
dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural. Implementasi teori
Vygotsky untuk pendidikan anak mendorong pelaksanaan pengajaran yang
menggunakan strategi pembelajaran kolaboratif atau pembelajaran
kooperatif.
Dari tinjauan psikologi belajar,
Djamarah (2008) mengemukakan bahwa belajar merupakan serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam pengertian
tersebut, belajar melibatkan dua unsur penyusun tubuh manusia, yaitu
jiwa dan raga. Untuk mendapatkan perubahan, gerak raga harus sejalan
dengan proses jiwa. Dengan demikian, perubahan yang diperoleh bukanlah
perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan gerakan fisik sebagai
sebab masuknya kesan-kesan baru.
Dari tinjauan fisiologi otak,
neuron-neuron yang berperan dalam pemrosesan informasi membentuk
modul-modul yang saling berhubungan dan membentuk jalur majemuk yang
pada gilirannya membentuk daerah atau komunitas korteks. Setiap modul
memiliki rancangan genetic khusus yang menjadikannya ahli dalam satu
aena interaksi dengan dunia. Beberapa sirkuit memproses sejumlah emosi,
beberapa memproses interaksi sosial, beberapa memproses indrawi, dan
lainyya menangani pikiran atau hal-hal terkait dengan gerakan, warna dan
sebagainya. Oleh karena semua sistem kompleks ini memproses informasi
secara khusus, maka disebut sebagai sistem pembelajaran (Given, 2007).
Sistem pembelajaran dipandu oleh kode genetik dan dipengaruhi oleh input
lingkungan dalam membentuk pola respons. Aspek genetik merupakan aspek
bawaan dan bersifat permanen sedangkan input lingkungan yang paling kuat
adalah pola pengasuhan dalam hal ini orang tua dan guru. Struktur dalam
pembelajaran kooperatif, memberikan peluang yang sangat tinggi
dalam mengembangkan lima sistem pembelajaran primer anak, yaitu
emosional, sosial, kognitif, fisik dan reflektif.
Menurut Given (2007), untuk
meningkatkan efektivitas belajar, guru perlu menciptakan iklim kelas
yang kondusif bagi keamanan emosional dan hubungan pribadi untuk siswa.
Guru yang memupuk sistem emosional berfungsi sebagai mentor bagi siswa
dengan menunjukkan antusiasme yang tulus terhadap anak didik, dengan
menemukan hasrat untuk belajar, dengan membimbing mereka mewujudkan
target pribadi yang masuk akal, dan mendukung mereka dalam upaya menjadi
apapun yang bisa mereka capai. Jika pembelajaran memenuhi kriteria ini,
maka kecemasan akademis diperkecil dan sistem emosional siswa siap
untuk belajar. Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran sosial adalah
hasrat untuk menjadi bagian dari kelompok, dihormati dan menikmati
perhatian dari yang lain. jika sistem emosioanl bersifat pribadi,
berpusat pada diri dan internal, maka sistem sosial berfokus pada
interaksi dengan orang lain atau pengalaman interpersonal. Kebutuhan
sosial siswa menuntut sekolah dikelola menjadi komunitas pelajar, tempat
guru dan siswa bisa bekerja sama dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang nyata. Dengan berfokus pada kelebihan siswa dalam
konteks kelas, kita menerima perbedaan sebagai berkah individual untuk
dihormati, dan bukan sebagai perbedaan yang harus diperbaiki. Cara ini
dapat memaksimalkan perkembangan sosial melalui kerja sama tulus
anta-individu, perbedaan di antara mereka justru menciptakan petualangan
kreatif dalam pemecahan masalah.
Menurut Given (2007), sistem
pembelajaran kognitif otak berhubungan dengan mendengarkan, berbicara,
membaca, menulis, dan perkembangan kecakapan akademis lainny. Sistem
kognitif mengandalkan input sensoris, dan berfungsinya perhatian,
pemrosesan informasi, dan beberapa subsistem memori secara memadai untuk
mengontsruksi pengetahuan dan kecakapan. Perhatian pada sistem kognitif
menempatkan guru pada peran fasilitator pembelajaran dan siswa pada
peran pemecah masalah dan pengambil keputusan nyata. Sistem kognitif
berfungsi paling baik jika sistem lain yakni emosional, sosial, fisik
dan reflektif tidak bersaing dalam menarik perhatian. Jika sistem
emosional dan sosial tertekan, sistem kognitif kehilangan kemampuan
untuk memusatkan perhatian pada upaya mengatasi masalah dan membuat
keputusan akademis. Dengan demikian, memperoleh kecakapan dan
pengetahuan menjadi prioritas kedua dan ketiga dalam sistem operasi
majemuk pikiran.
Pembelajaran juga sangat tergantung
pada kebutuhan sistem pembelajaran fisik untuk melakukan banyak hal,
serta kecenderungan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Meskipun
sebagian siswa menghindari pembelajaran tactual dan kinestetik, namun
siswa lain bisa menikmati pembelajaran hanya jika modalitas ini
dilibatkan. Sistem pembelajaran fisik menyukai tugas akademik yang
menantang yang mirip olah raga, dan perlu terlibat aktif karena sistem
ini tidak bisa memproses informasi secara pasif. Sedangkan sistem
pembelajaran reflektif melibatkan pertimbangan pribadi terhadap
pembelajarannya sendiri. Sistem ini menuntut siswa untuk memahami diri
sendiri, dan ini bisa dikembangkan dengan pelbagai cara pembelajaran.
Sebagai contoh, menyimpan catatan prestasi dan interpretasi kemajuan
siswa bisa menjadi petunjuk tentang sistem dan subsistem pembelajaran
yang paling efektif untuk anak tertentu. untuk mengoptimalkan
perkembangan sistem pembelajaran reflektif, otak perlu mendapatkan
instruksi eksplisit dalam pemantauan diri dan analisis kinerja.
Disinilah peran guru dalam bertindak sebagai pencari bakat yang
mengenali kelebihan siswa, kemudian membimbing dan memupuk kelebihan itu
menjadi bakat nyata.
Aspek penting lain yang dapat mempengaruhi efektivitas
sistem kognitif di kelas adalah guru. Guru harus menunjukkan minat dan
memahami dengan baik kandungan materi yang diajarkan. Jika siswa merasa
bahwa guru antusias terhadap materinya, antusiasme itu menular karena
dapat mendorong hasrat kuat untuk belajar dan meraih prestasi akademis.
Guru pun harus menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap siswa
berdasarkan kelebihan dan gaya belajar yang disukai masing-masing. Pembelajaran kooperatif
dirancang untuk dapat mengakomodasi kelima sistem pembelajaran yang
terdapat dalam kompleks korteks otak. Dengan rancangan pembelajaran
berkelompok dalam kelas, siswa mendapat peluang mengembangkan kemampuan
dan potensi diri melalui aktivitas individual dan kolaboratif yang
proporsional. Menurut Slavin (2008), pembelajaran kooperatif merupakan
strategi yang efektif untuk meningkatkan prestasi terutama jika
disediakan penghargaan tim atau kelompok dan tanggung jawab individual.
Penghargaan atau pengakuan diberikan
kepada kelompok sehingga anggota kelompok dapat memahami bahwa membantu
orang lain adalah demi kepentingan mereka juga. Sedangkan tanggung jawab
individual merupakan bentuk akuntabilitas individu di mana setiap orang
memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau kelompok. Metode
pembelajaran kooperatif telah sering digunakan oleh para guru di sekolah
selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium, kelompok
tugas, kelompok diskusi dan sebagainya. Namun, penelitian terakhir di
Amerika dan beberapa negara lain telah menciptakan metode-metode
pembelajaran kooperatif yang sistematis dan praktis yang ditujukan unutk
digunakan sebagai elemen utama dalam pola pengaturan di kelas. (Dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar
Boleh komentar asal dengan kata-kata yang sopan...!