Mari
bicara tentang hubungan nalar dengan bahasa. Kalau ada sesuatu yang
kita pikirkan, kita akan menyampaikannya dengan bahasa agar orang lain
dapat menangkap apa yang kita pikirkan itu. Kita susun kata-kata dalam
kalimat yang mendukung pikiran tersebut. Pikiran yang dikemukakan dengan
kata-kata itu haruslah logis, masuk di akal sehingga dapat dipahami
orang dengan baik. Itulah yang disebut nalar. Kalau bahasa yang kita
gunakan itu kacau, maka bahasa itu tidak sesuai dengan nalar baik kita
atau nalar orang yang mendengarnya. Sebuah contoh yang sederhana :
Seorang
murid yang belum mengerti benar apa yang baru saja dijelaskan gurunya
mengacungkan tangan. Guru menunjuk dia karena ia tahu bahwa murid itu
tentu akan menanyakan sesuatu. Murid itu berkata,”Pak, saya belum
jelas”. Guru langsung dapat menangkap bahwa bahasa yang diucapkan
muridnya itu salah. Tapi dia ingin berkelakar dulu sebelum benar-benar
memenuhi permintaan muridnya itu. Katanya, ”Mengapa kau tidak jelas? Ada
apa dengan engkau sehingga tidak jelas?” Murid yang bertanya itu dengan
teman-temannya heran mendengar jawaban guru itu.
Guru
mengulang lagi,”Anak-anak, Ina (nama murid itu) tadi mengatakan,”Pak,
saya belum jelas”. Jadi Bapak tanyakan lagi, mengapa Ina tidak jelas?
Yang belum jelas itu saya dan saya itu Ina, bukan?” Semua murid tertawa
karena sekarang mereka mengerti bahwa bahasa yang digunakan Ina itu
salah.
”Ina,”
sambung guru lagi,”seharusnya kamu mengatakan,’Bagi saya, yang Bapak
jelaskan tadi belum dapat saya pahami benar”. Kalimat yang kamu gunakan
tadi salah, bukan?” Ina tersenyum tersipu-sipu mendengar apa yang
dikatakan gurunya itu. Sekarang mari kita bicara tentang bahasa yang
salah nalar.
Dalam
sebuah majalah ditulis sebagai berikut. ”Kartolo, penyanyi yang
terkenal pada tahun 1970-an itu telah dipanggil Tuhan untuk
selama-lamanya”. Perhatikan apa yang salah dalam kalimat itu. Kalimat
itu mengatakan bahwa Kartolo telah dipanggil Tuhan. Itu artinya, Kartolo
telah meninggal karena dia telah kembali ke hadirat Allah SWT. Tetapi
ungkapan itu diikuti oleh frase untuk selama-lamanya. Mungkinkah
Tuhan memanggil Kartolo selama-lamanya? Bukankah hanya sekali dia
dipanggil dan setelah itu dia ”pergi” menghadap Tuhan.
Biasanya dikatakan dia pergi untuk selama-lamanya
karena dia tidak akan pernah kembali lagi ke tengah-tengah kita yang
ditinggalkannya. Bukan Tuhan memanggilnya untuk selama-lamanya karena
panggilan itu hanya berlaku sesaat. Ketika panggilan Tuhan itu datang,
ajal Kartolo pun tiba, lalu meninggallah dia dan pergi meninggalkan kita
untuk selama-lamanya. Jadi, dalam kalimat itu telah timbul kesalahan
bahasa yang tidak mendukung nalar yang benar.
Contoh
berikut mungkin dapat juga kita golongkan ke dalam salah nalar karena
bentuk kata yang digunakan tidak mendukung arti yang dimaksudkan oleh si
penulis. Pada sebuah surat kabar tertulis sebagai berikut : Mengkritisi Putusan PK Tommy Soeharto (Kepala Berita). Perhatikan kata mengkritisi. Apa arti kata mengkritisi yang dibentuk dari bentuk dasar kritisi yang diberi awalan meng-? Kata kritisi adalah bentuk jamak dari kata kritikus yang berarti ”orang yang ahli mengkritik” (tentu saja orang yang ahli dalam bidangnya).
Jadi kritisi berarti ”ahli kritik dalam jumlah besar”. Mungkinkah kata itu diberi awalan meng-? Pada umumnya awalan meng-
memberikan pengertian ”orang yang melakukan”, misalnya memasak artinya
melakukan pekerjaan masak. Jadi, apa arti kata mengkritisi? Bentuk yang
benar adalah mengkritik yang berarti melakukan kritik atau menyampaikan kritik. Perhatikan contoh pemakaian kata-kata itu secara tepat di bawah ini :
1. Kritik yang disampaikannya dalam rapat itu terlalu keras.
2. Mendengar kritik itu telinganya menjadi merah.
3. Dia mengkritik lawannya dengan argumentasi yang kuat.
4. Tidak ada orang yang senang dikritik walaupun kritik itu mengungkapkan kesalahan yang dapat diterima.
5. Almarhum H.B Jassin adalah seorang kritikus sastra Indonesia yang terkenal.
6. Jumlah kritisi sastra di Indonesia dapat dihitung dengan jari.
Mudah-mudahan
penjelasan di atas dapat menyadarkan kita untuk tidak menggunakan kata
mengkritisi atau dikritis yang salah itu. Gunakan bentuk yang benar
yaitu mengkritik dan dikritik. (Edi B Mulyana, S. Pd)
0 komentar:
Posting Komentar
Boleh komentar asal dengan kata-kata yang sopan...!